Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2023

Kutukan

“Selama menikah, Aku tidak pernah bahagia” “Menikah banyak sulitnya” Kalimat itu yang terus membayangi isi kepala ku.  Seringkali timbul pertanyaan "Apakah aku akan menerima kutukan ini?" Semua yang ia jalani saat ini, seperti yang ibu nya alami. Akankah aku juga mengalaminya? Kalau ia bisa kuat menjalani, apakah aku bisa? Rasanya tidak. Aku selalu berdoa agar tidak menjalani hidup seperti mu. Aku jahat ya? Meminta untuk tidak seperti kamu. Karena, aku tidak sekuat kamu. Ingin sekali rasanya merayakan kamu. Kamu sangat pantas menerima seluruh kebahagian di bumi ini, setelah derita yang begitu panjang. Tapi, aku belum mampu membahagiakan mu . Maaf ya. Sebenarnya, aku sangat benci memberi janji. Tapi, untuk kamu aku berjanji, semua lelah, sakit, dan air mata mu selama ini tak akan terulang lagi. Jangan menangis lagi. Maaf, aku tidak disamping mu saat itu. Maaf, aku memilih pergi saat itu.  Kamu tidak salah. Kamu berhenti ya minta maaf ke aku. Maaf ya, saat ini aku terlalu sibuk

Berhenti Di Aku

Aku hanya ingin semua berhenti di aku. Satu hal yang aku pegang sangat erat dalam diri ini, semua berhenti di aku. Semua yang sulit dan pahit berhenti di aku. Cukup aku. Dalam hidup, aku melihatnya bagaikan sebuah pola yang sudah digariskan. Bagaikan musim. Kalau habis senang, ya ada sedih. Setelah itu, melewati masa kosong, lalu senang lagi. Begitu terus terulang. Sampai di suatu waktu, ketika sedang senang, aku selalu memiliki ke khawatiran, “badai seperti apa lagi yang akan aku hadapi?”. Ingin berhenti lebih lama.  Ketakutan yang mungkin akan sulit dipahami orang lain. Mulanya, aku mencoba menjelaskan bagaimana rasanya. Tapi, melihat respon kebanyakan yang mungkin kurang bisa memahami, sepertinya diam lebih baik. Bukan berarti tidak ada yang paham. Ada, sebagian. Sulit memang memahami aku yang rumit. Mungkin akan sakit jika mencoba.  Aku baru saja melihat sebuah video, seorang anak perempuan yang begitu dirayakan oleh ayahnya. Tanpa sadar, aku menangis dan tersenyum miris. Mungkin,

Mr I Can’t Tell U His Name (Pt 2)

Siapa sangka kalau kamu masih menjadi bagian dari hidup ku. Aku pikir, setelah lulus, kita akan usai. Aku pikir, setelah itu, kita tidak akan bertegur sapa lagi. Ternyata, kamu masih ada sampai sekarang. Tetap jadi yang aku cari dikala aku butuh bantuan. Tidak hanya teman cerita, ternyata kamu juga seperti guru. Aneh ya? Tapi itu kenyataannya. Dulu kalau aku tidak bisa menyelesaikan tugas kuliah, kamu yang aku hubungi untuk membantu. Saat liputan dan menulis pun, aku seringkali meminta bantuan mu. Padahal, dunia Jurnalistik bukan lah dunia mu. Tapi, kamu selalu bisa. Sampai saat ini, aku selalu berpikir kamu hebat. Kamu bisa segalanya. Tugas kuliah ku yang bidangnya sangat berbeda jauh dengan mu, kamu bisa. Design, kamu juga yang mengajariku dengan sabar. Skripsi ku, peran mu cukup besar disana. Sampai aku bingung sendiri kalau gak ada kamu. Rasanya sangat bergantung saat itu. Aku kira aku sudah tidak bergantung, ternyata sampai sekarang aku masih membutuhkan mu membantu ku. Dan lagi,

Bekerja Dari Rumah

Bu, aku senang sekali hari ini. Ibu tahu kan 3 tahun lalu, tepatnya tahun 2020, saat Covid masuk ke Indonesia, saat itu mengharuskan aku bekerja dari rumah. Ibu tahu sedihnya aku saat itu. Ibu juga tahu bagaimana stress nya aku pada waktu itu. Bu, tahu tidak kalau saat itu adalah titik terendah hidup ku. Aku hancur Bu, tapi aku tidak berani mengungkapkannya. Aku terlalu malu untuk bilang, aku merasa lemah jika mengakui aku tidak sanggup.  Aku menunjukkan aku sedih, tapi aku tidak mampu memperlihatkan kalau aku hancur, Bu. Bu, aku masih merasa takut untuk bekerja dari rumah. Aku lebih memilih untuk pergi ke kantor, Ibu tahu itu.  Kali ini, aku memberanikan diri untuk bekerja dari rumah, Bu. Aku tidak menolak lagi seperti sebelumnya. Walaupun, pada awal nya rasanya begitu takut. Ingin menangis sekencang-kencangnya, aku tidak bisa tidur karena terlalu takut. Tapi, kali ini berbeda. Di hari pertama, ada yang menemani untuk bekerja di rumah, membuat kekhawatiran ku berkurang, Bu. Di hari ke

Bu

Bu, tumbuh dewasa ternyata tidak mudah, banyak hal baru yang aku temui, begitu rumit, tapi aku sungkan untuk meminta bantuan, karena sudah dewasa. Bu, aku pikir dewasa menyenangkan, dapat memutuskan sendiri yang aku mau, ternyata tidak sesederhana itu yah, bu. Label dewasa, menjadikan aku terlalu malu untuk meminta bantuan mu bu, padahal aku butuh kamu. Kalau dimata kamu aku masih putri kecil mu, kini aku mengakuinya, Bu. Saat beranjak dewasa, aku tidak suka kau anggap aku putri kecil mu, karena aku merasa sudah dewasa. Kini, aku menyadari nya bu, memang benar aku tumbuh dewasa, tapi aku tetap butuh sosok mu. Pelik yang kini datang silih berganti harus aku lalui, terkadang merasa berat, terlebih jika sendiri melewatinya. Walaupun, setelahnya aku merasa menjadi orang hebat karena ternyata aku mampu. Selalu ingin berteriak dan meminta bantuan mu bu, tapi aku terlalu malu. Melihat sosok mu pun, sudah menjadi kan aku lebih kuat dari pada seharusnya. Jangan pergi yah bu, aku tidak mampu mel

Riuh

Dia memang terdiam dalam sakitnya, Tidak Dia ceritakan getirnya, Tidak Dia sampaikan pahitnya, Tidak juga Dia tunjukkan tangisnya. Tapi, Dia sangat riuh dalam doanya, Dia ceritakan seluruh sakitnya kepada Tuhan-Nya, Dia tumpahkan tangis dalam sujudnya, Dia sebut namanya di dalam setiap doa. Jakarta, 22 Juli 2023 10:06 PM

Ego

Seperti hujan, aku suka melihatnya turun ke bumi, aku suka aromanya saat ia bertegur sapa dengan tanah merah di bumi, aku suka saat melihatnya mambasuh tanaman yang kekeringan, tapi, aku tidak suka saat iya menyentuh tubuhku tanpa permisi, aku suka ia datang menyapa, bukan untuk menyentuh tanpa sapa. Seperti ini kah ego manusia? Jakarta, 22 Juni 2023 2:19 PM

DIAM

Diam nya, bukan karena ia tidak usaha, Diam nya, bukan karena ia tidak peduli, Diam nya, bukan karena ia tidak berjuang, Tetapi… Diam nya, tidak ingin memberi mu beban, Diam nya, tidak ingin memberi mu khawatir, Diam nya, tidak ingin memberi mu sulit. Jakarta, 08 Mei 2023 23:08

Menerima…

Menerima kenyataan yang tidak sesuai harap bukan lah perkara mudah, Mendengar mereka yang selalu mengatakan untuk ikhlas, nyatanya untuk sampai tahap ikhlas tersebut tidak lah mudah, Butuh proses, yang mungkin berbatu dan terjal yang mungkin sesekali membuat tergelincir, Diperlukan keyakinan bahwa, hal baik ada di depan, Diperlukan penopang, agar tidak jatuh ke jurang yang lebih dalam, Diperlukan kesabaran bahwa, hal sulit ini dapat dilalui seberapa lama pun itu, Semua dapat sampai pada sebuah akhir proses penerimaan, Yang membedakan adalah waktu tempuhnya, Ada yang sangat cepat tapi, ada juga yang butuh waktu lama, Tidak apa, setiap perjalanan memang tidak selalu sama, Sabar, untuk kamu yang sedang menempuh akhir tersebut, Begitu pun untuk kamu yang sedang mendampingi ia menuju akhir penerimaan, bersabarlah, percaya bahwa yang sedang kamu dampingi pun sedang berjuang dengan segala kekuatannya. Percaya bahwa, ada hal baik di depan sedang menanti. Jakarta, 08 Mei 2023 23:08

T R A U M A

Bahkan, untuk seorang pelupa sekalipun, Rasa trauma akan tetap melekat dan diingat. Tersimpan rapih, seakan baru terjadi, Setiap inci kenangan, tersusun apik. Terus berputar, terlihat nyata, Tidak satu pun terlupa. 210323