Aku hanya ingin semua berhenti di aku.
Satu hal yang aku pegang sangat erat dalam diri ini, semua berhenti di aku. Semua yang sulit dan pahit berhenti di aku. Cukup aku.
Dalam hidup, aku melihatnya bagaikan sebuah pola yang sudah digariskan. Bagaikan musim. Kalau habis senang, ya ada sedih. Setelah itu, melewati masa kosong, lalu senang lagi. Begitu terus terulang.
Sampai di suatu waktu, ketika sedang senang, aku selalu memiliki ke khawatiran, “badai seperti apa lagi yang akan aku hadapi?”. Ingin berhenti lebih lama.
Ketakutan yang mungkin akan sulit dipahami orang lain. Mulanya, aku mencoba menjelaskan bagaimana rasanya. Tapi, melihat respon kebanyakan yang mungkin kurang bisa memahami, sepertinya diam lebih baik. Bukan berarti tidak ada yang paham. Ada, sebagian.
Sulit memang memahami aku yang rumit. Mungkin akan sakit jika mencoba.
Aku baru saja melihat sebuah video, seorang anak perempuan yang begitu dirayakan oleh ayahnya. Tanpa sadar, aku menangis dan tersenyum miris. Mungkin, iri. Tapi, aku turut bahagia melihat anak tersebut.
Dalam hati ku, kalau nanti aku memiliki anak, dia harus mendapat kehangatan seperti itu. Semua pahit ku, berhenti di aku, dia tidak boleh merasakannya. “Jangan menjadi seperti Ibu ya nak” ucapku dalam hati.
Kalau Ibu mu tumbuh dengan banyak duri, kamu harus tumbuh dengan hangat bunga yang indah.
Kalau Ibu mu banyak menangis, kamu harus banyak tersenyum bahagia. Kalau Ibu mu kerap menyaksikan pertengkaran, kamu lihat yang hangatnya saja ya.
Bahagia terus kamu.
Komentar
Posting Komentar