Dua minggu sudah sejak tidak menjadi contributor di salah satu media online. Rasanya benar-benar seperti sudah lama tidak menulis. Rindu. Sudah lama tidak menuangkan perasaan melalui tulisan. Hanya bercerita kepada diri sendiri lalu abai begitu saja. Entah kapan terakhir kali saya mencurahkan perasaan pada layar laptop. Sudah lupa. Sudah terlalu lama. Saat ini, 5 Desember 2020, mendekati penghujung tahun, saya kembali. Kembali pada kebiasaan lama, bercerita pada keyboard laptop saya di tengah malam.
Entah sejak kapan perasaan ini dimulai mungkin
sudah lebih dari dua tahun. Menuju tiga tahun. Semoga tidak sampai saat itu. Mencintai
seseorang yang bahkan dekat saja tidak, aneh rasanya, sulit memahami perasaan sendiri.
Hati benar-benar sulit diatur bahkan oleh saya sendiri. Saya pikir awalnya
hanya perasaan suka sesaat karena senyumnya yang aneh sedikit manis. Ternyata tidak.
Perasaan yang hadir bukan cinta sesaat. Sudah sangat lama saya merasakan. Sampai
bosan rasanya. Ternyata saya jatuh cinta dengan sikapnya yang sabar dan dewasa.
Dia benar-benar beda dari teman-temannya. Unik.
Tahu tidak bagaimana sulitnya mengatur emosi? Sangat
sulit bukan? Tapi dia sangat ahli mengaturnya. Berada diantara orang-orang yang
sedang emosi, disaat semua berteriak menuangkan amarah, apa yang dia lakukan? Tetap
tenang. Menyikapi dengan dewasa dan penuh kesabaran. Kagum saya dibuatnya.
Dewasa. Sabar. Tidak terbayang saya jatuh hati
dengan dia begitu lama karena hal sederhana namun sangat langka. Iya itu dewasa
dan sabar. Satu lagi, juga sikapnya yang lembut dan hangat.
Saya ingat. Saat saya berupaya memberanikan
diri menyatakan perasaan saya. Saya hanya menyatakan bukan mengajaknya
berpacaran. Dia mengatakan kurang lebih seperti ini *Entah dia yang salah
karena terkadang membangun perasaan melalui sikap atau hal lain yang dia
sendiri pun tidak menyadari*. Dari kalimatnya membuat saya bertanya, sudah
berapa wanita yang menyatakan perasaan padanya. Entahlah, saya tidak mau
memikirkannya.
Pastinya saat saya menyatakan perasaan saya rasanya
seperti saya sudah tahu apa jawabannya. Bahkan saya mengira dia akan menjawab
dengan ketus. Tapi saya lupa, dia adalah seorang yang dewasa juga lembut. Dia memberikan
jawaban yang begitu dewasa. Terdiam saya saat mendapat jawab darinya. Sepertinya
saya salah menyatakan perasaan padanya. Harapan mendapat jawaban pahit agar
saya bisa melupakan dirinya, justru semakin saya kagum dibuatnya. Bahkan belum
bisa melupakan hingga saat ini.
Entah berapa lama saya berulang kali memikirkan
apakah saya harus menyatakan atau tidak, entah berapa kali saya melewati
keraguan dan keyakinan, entah seberapa gemetarnya saya saat itu. Entah berapa
lama saya menyusun kata-kata. Saya ingat setiap detailnya.
Tidak hanya itu, saya ingat setiap detail
pertemuan saya dengannya. Saya ingat saya selalu mengucapkan selamat ulang
tahun untuknya serta doa-doa saya untuknya. Namun tidak saya sampaikan padanya.
Saya hanya berani mengucapkan doa-doa itu pada si kicau biru. Tidak apa dia
tidak mengetahui doa dan harapan saya, saya yakin setiap doa baik akan sampai
padanya. Biarkan saya mendoakan yang terbaik untuk mu. Bahagia selalu dengan semua
pilihanmu. Tidak muluk-muluk, kamu sehat saja saya sudah senang. Pulang dan
beristirahatlah saat Lelah. Jika tidak ada tempat untukmu pulang, saya bisa
menjadi tempat terakhir untukmu, itupun jika kamu ingin, jika tidak pun tidak
apa. Asal kamu Bahagia itu sudah cukup untuk saya.
Saya hanya ingin menulis ini saja. Jika merasa
jijik membacanya boleh dilewatkan. Menulis adalah cara saya meluapkan perasaan
saya. Menulis adalah cara paling jujur untuk saya bercerita. Berantakan memang
tulisan ini. Sudah lama tidak menulis rasanya kaku sekali.
Komentar
Posting Komentar